Judul
: Robohnya surau kami
Penulis
: Ali Akbar Navis
Unsur Intrinsik
1.
Tema
Seorang kepala keluarga
yang lalai menghidupi keluarganya.
2.
Amanat
Amanat pokok yang terdapat
dalam cerpen ini adalah "Pelihara, dan jagalah apa yang kau miliki, bertanggungjawablah
dengan kewajibanmu di dunia ini." Amanat lain yang dapat diambil dari
cerpen, antara lain:
a. jangan
cepat marah kalau diejek orang,
b. jangan
cepat bangga kalau berbuat baik
c. jangan
terpesona oleh gelar dan nama besar,
d. jangan
menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan jangan egois
3.
Latar
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu:
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu:
a. Latar
Tempat
Latar
tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti
kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya, seperti yang sudah dipaparkan di
atas contoh seperti berikut : Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke
kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar.
Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer
dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan,
simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau
tua.
b. Latar
Waktu
Latar
jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar
tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh
yang
lainnya
seperti berikut : “Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat
Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….”
c. Latar
Sosial
Di
dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :
Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia sebagai Garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek. Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya.
Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia sebagai Garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek. Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya.
4.
Alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
5.
Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu :
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu :
a. Tokoh
Aku: berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
b. Ajo
Sidi: adalah orang yang suka membual,dan cinta kerja.
c. Kakek
adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain
pendek akal dan pikirannya, serta terlalu lemah imannya.
d. Haji
Saleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri (egois).
6.
Gaya Bahasa / Majas
Majas yang digunakan dalam
cerpen ini di antaranya majas alegori karena di dalam cerita ini cara
berceritanya menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan kehidupan di
akhirat, atau lebih tepatnya menggunakan majas parabel (majas ini merupakan bagian
dari majas alegori) karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu
kebenaran umum dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen
ini
Selain majas alegori atau
parabol, pengarang pun menggunakan majas Sinisme seperti yang diucapkan tokoh
aku: ”…Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak
hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi….” Inilah sebuah kritik untuk
masyarakat kita sekarang ini. Dengan demikian penggunaan majas-majas itu untuk
mengingatkan atau menasehati sekaligus mengejek pembaca atau masyarakat.
Nasehat dan ejekannya itu ternyata berhasil. Buktinya, ketika cerpen ini
diterbitkan tidak lama kemudian cerpen ini mendapat tempat di hati pembacanya
dan masih terus dibicarakan hingga kini.
Unsur
Ekstrinsik
1.
Nilai Sosial :
Kita harus saling membantu
jika orang lain dalam kesusahan seperti dalam cerpen tersebut karena pada
hakikatnya kita adalah mahluk sosial.
2.
Nilai Moral
Kita
sebagai sesama manusia hendaknya jangan saling mengejek atau menghina orang
lain tetapi harus saling menghormati.
3.
Nilai Agama
Kita harus selalu melakukan
kehendak Allah, jangan melakukan hal yang dilarang oleh-Nya seperti bunuh diri,
mencemooh dan berbohong.
4.
Nilai Pendidikan
Kita tidak boleh putus asa
dalam menghadapi kesulitan tetapi harus selalu berusaha dengan sekuat tenaga.
5.
Nilai Adat
Kita harus memegang teguh
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Sinopsis
Cerpen
Cerpen karya A.A. Novis
yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal secara mengenaskan yaitu
membunuh diri akibat dari mendengar cerita bualan seseorang yang sudah
dikenalnya, ternyata cukup memikat siapapun yang membacanya. Karena daya pikat
itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian ini, khususnya bab IV ini
mudah dipahami agaknya perlu juga memaparkan sinopsis cerpen Robohnya
Surau Kami tesebut. Sinopsisnya itu seperti yang dipaparkan di bawah
ini.
Di suatu tempat ada sebuah
surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan
keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini
masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini
disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat
hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya
bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari
pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan,
kue-kue atau rokok.
Kehidupan orang ini agaknya
monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat
surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia
tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya
tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah
terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo
Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat
perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau
itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo
Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah
mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri
sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir
batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain
atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan
berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan
dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia
tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke
dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala
perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih
jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan
pisau cukur.
Kematiannya sungguh
mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan
menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya.
Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia
tetap pergi bekerja.
Resensi
Kritis
Cerpen ini cukup menarik untuk dibaca.
Disamping memiliki amanat sebagai pelajaran kita dalam beragama, cerpen ini
menggunakan kata-kata yang mudah dibaca dan dimengerti.
Uniknya dalam cerpen ini ialah cerita di dalam cerita, di mana saat tokoh Aku mengisahkan kepada pembaca tentang tokoh Kakek, kemudian si Kakek bercerita tentang cerita Ajo Sidi kepadanya. Cerita tentang Haji Saleh yang sombong karena merasa terlalu yakin akan masuk surga dengan berbekal ibadahnya. Saya sebagai pembaca seperti didongengkan kembali oleh seseorang, pada saat cerita itu selesai maka selesai pula bayangan kita dan tokoh aku melanjutkan ceritanya saat ia terkejut mendengar kabar kakek meninggal.
Unsur intrinsik dalam cerpen ini yang paling kuat menurut saya ialah alurnya, karena uniknya cerita di dalam cerita sehingga alur mundur yang diceritakan, kembali melihat ke belakang lagi. Selain alur, yang paling dominan ialah amanat, karena cerita ini sangat kental dengan pesan-pesan moral bagi pembacanya. Dalam cerpen ini tidak diceritakan oleh penulis mengapa kakek bunuh diri, sehingga mungkin pembacanya memiliki persepsi masing-masing.
Cerita saat Haji Saleh di akhirat cukup menarik, saat Tuhan bertanya padanya apa saja yang telah ia kerjakan selama ada di dunia. Dengan mencoba terus memuji Tuhan ia berharap dan yakin akan dikirimnya ke surga. Dan terkejutnya ia ketika keliru bahwa Tuhan mengirimnya ke neraka serta bertemu dengan kawanannya yang juga telah taat beragama. Kemudian mereka memprotes kepada Tuhan tentang keputusan-Nya, nyatanya setelah Tuhan menjawab baru sadarlah mereka tentang keegoisan semasa hidup. Menurut saya, bagian tersebut memang benar. Tetapi apabila kakek tidak berpikir pendek pastilah ia masih bisa melanjutkan hidupnya dengan menjadikan omongan Ajo Sidi sebagai bahan pelajaran hidupnya. Menurut saya, AA Navis dapat membuka mata kita agar tidak mencontoh perbuatan Haji Saleh ataupun kakek.
Uniknya dalam cerpen ini ialah cerita di dalam cerita, di mana saat tokoh Aku mengisahkan kepada pembaca tentang tokoh Kakek, kemudian si Kakek bercerita tentang cerita Ajo Sidi kepadanya. Cerita tentang Haji Saleh yang sombong karena merasa terlalu yakin akan masuk surga dengan berbekal ibadahnya. Saya sebagai pembaca seperti didongengkan kembali oleh seseorang, pada saat cerita itu selesai maka selesai pula bayangan kita dan tokoh aku melanjutkan ceritanya saat ia terkejut mendengar kabar kakek meninggal.
Unsur intrinsik dalam cerpen ini yang paling kuat menurut saya ialah alurnya, karena uniknya cerita di dalam cerita sehingga alur mundur yang diceritakan, kembali melihat ke belakang lagi. Selain alur, yang paling dominan ialah amanat, karena cerita ini sangat kental dengan pesan-pesan moral bagi pembacanya. Dalam cerpen ini tidak diceritakan oleh penulis mengapa kakek bunuh diri, sehingga mungkin pembacanya memiliki persepsi masing-masing.
Cerita saat Haji Saleh di akhirat cukup menarik, saat Tuhan bertanya padanya apa saja yang telah ia kerjakan selama ada di dunia. Dengan mencoba terus memuji Tuhan ia berharap dan yakin akan dikirimnya ke surga. Dan terkejutnya ia ketika keliru bahwa Tuhan mengirimnya ke neraka serta bertemu dengan kawanannya yang juga telah taat beragama. Kemudian mereka memprotes kepada Tuhan tentang keputusan-Nya, nyatanya setelah Tuhan menjawab baru sadarlah mereka tentang keegoisan semasa hidup. Menurut saya, bagian tersebut memang benar. Tetapi apabila kakek tidak berpikir pendek pastilah ia masih bisa melanjutkan hidupnya dengan menjadikan omongan Ajo Sidi sebagai bahan pelajaran hidupnya. Menurut saya, AA Navis dapat membuka mata kita agar tidak mencontoh perbuatan Haji Saleh ataupun kakek.
No comments:
Post a Comment