Monday, December 19, 2016

MEMAHAMI PRAGMATIK DALAM KURIKULUM

BAB II

MEMAHAMI PRAGMATIK DALAM KURIKULUM


A.    Analisis

ANALISIS K.I 3 KELAS X
Kompetensi Dasar
Analisis Pragmatik
KD 3.1 Memahami stuktur dan kaidah teks anekdot melalui tulisan.
a)      Memahami termasuk tindak ujar ilokusi, karena dapat menentukan dan menjelaskan  struktur dan  kaidah kebahasaan teks  anekdot melalui tulisan.
b)      Maksim yang terdapat dalam memahami stuktur dan kaidah teks anekdot melalui tulisan adalah maksim kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)      Tindak ujar verba asertif
3.2 Membandingkan teks laporan hasil observasi melalui tulisan
a)      Membandingkan termasuk ke dalam tindak ujar ilokusi, karena petutur meminta untuk menemukan persamaan dan perbedaan antara dua teks.
b)      Maksim yang terdapat dalam membandingkan teks laporan hasil observasi adalah maksim kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)      Tindak ujar verba rogatif
3.3 Menganalisis teks anekdot
a)      Menganalisis termasuk ke dalam tindak ujar Tindak ujar ilokusi, karena merupakan kegiatan menentukan dan mengenali unsur-unsur teks anekdot.
b)      Maksim yang terdapat dalam menganalisis teks anekdot adalah maksim relevansi. Karena memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.
c)      Tindak ujar Maksim yang terdapat dalam menceritakan kembali teks narsi adalah maksim kuantitas, kualitas dan kebjiksanaan, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
d)     Tindak ujar verba rogatif.
3.4 Mengevaluasi teks laporan hasil observasi
a)      Mengevaluasi termasuk ke dalam tindak ujar perlokusi, karena merupakan tindakan respon dari siswa pada proses pembelajaran.
b)      Maksim yang terdapat dalam menceritakan kembali teks narsi adalah maksim kuantitas, kualitas dan kebjiksanaan, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)      Tindak ujar verba rogatif

ANALISIS K.I 4 KELAS X
KompetensiDasar
AnalisisPragmatik
KD4.1menginterpretasi makna teks prosedur kompleks
a)      Menginterpretasi merupakan tindak ujar perlokusi karena merupaan tindak respon dari siswa pada saat peroses pembelajaran.
b)      Maksim yang terdapat dalam menginterpretasi teks negosiasi adalah maksim kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)      Tindak ujar verba asertif
KD 4.2 memproduksi teks negoisasi

a.       Memproduksi merupakan tindak ujar perlokusi karena merupakan tindak lanjut dari kegiatan mengintrpretasi.
a)      Maksim yang terdapat dalam memproduksi teks negosiasi adalah maksim kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
b)      Tindak ujar verba direktif
KD 4.3 mengabstraksi teks prosedur kompleks

a)      Mengabstraksi merupakan tindak ujar perlokusi karena merupaan tindak respon dari siswa pada saat peroses pembelajaran.
b)      Maksim yang terdapat dalam mengabstraksi teks prosedur kompleks adalah maksim kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)      Tindak ujar verba asertif.
KD 4.4 mengonversi teks negosiasi
a)      Mengonversi merupakan tindak ujar perlokusi karena merupaan tindak respon dari siswa pada saat peroses pembelajaran.
b)      Maksim yang terdapat dalam mengonversi teks negosiasi adalah maksim kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)      Tindak ujar verba direktif


B
. Pragmatik

Menurut Yule (2014:3) Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.
Pragmatik merupakan suatu cabang dari linguistik yang menjadi objek bahasa dalam penggunaannya, seperti komunikasi lisan maupun tertulis. Menurut Leech (Wijana,1996: 3) pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi,  morfologi, sintaksis. Di dalam bahasa pragmatik terkadang juga memperhatikan suara, morfem, struktur kalimat dan makna suatu kalimat.
Wijana (1996: 2) menjelaskan bahwa makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat oleh konteks. Hal ini berbeda dengan semantik yang menelaah makna yang bebas konteks yaitu makna linguistik, sedangkan pragmatik adalah maksud tuturan. Semantik tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa. Jika, makna juga diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa, maka sulit diingkari pentingnya konteks pemakaian bahasa karena makna itu selalu berubah-ubah berdasarkan konteks pemakaiannya. Konteks tuturan dalam bentuk bahasa yang berbeda dapat mempunyai arti yang sama, sedangkan tuturan yang sama dapat mempunyai arti atau maksud yang lain.
Definisi pragmatik menurut Cruse buku terjemahan (Commings, 2007: 2) adalah pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa  yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secra alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan). Melalui cara mengkodekan suatu tuturan, maka dapat diketahui makna yang sesuai dengan konteks tuturan sehingga akan diperoleh suatu informasi.
Definisi pragmatik menurut Tarigan (1986: 34) tidak jauh berbeda dengan definisi lainnya yang menjelaskan bahwa pragmatik adalah menelaah makna kaitannya dengan situasi ujaran. Di dalam menelaah sebuah tuturan pendengar akan lebih mudah memahami maksud tuturan tersebut diucapkan. Berdasarkan beberapa pengertian pragmatik di atas maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah lawan tutur sehingga menimbulkan suatu informasi yang jelas sesuai dengan suatu informasi yang jelas sesuia dengan situasi ujaran. 

C.           Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Terdapat lima tahapan dalam proses belajar yang ada di dalam Kurikulum 2013, yakni mengamati, menanya, mencoba,  mengasosiasi, serta  mengkomunikasikan. Diabawah ini akan di jelaskan pengertian masing-masing kegiatan.


1.        Mengamati
Mengamati dapat diartikan menyimak. Lebih luasnya, kegiatan pengamatan tidak hanya dilakukan oleh indera penglihatan, tetapi dapat dilakukan pula dengan indera pendengaran. Kegiatan mengamati ialah kegiatan membaca informasi baik dengan atau tanpa bantuan alat. Diperlukan ketelitian dalam pencarian informasi.
2.        Menanya
Menanya bertujuan untuk menggali informasi dari narasumber. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar, siswa juga dapat saling bertanya dengan siswa lain atau kelompok belajarnya. Mereka dapat saling mengkonfirmasi. Maka dari itu, saat prapembelajaran siswa sudah diberikan gambaran kompetensi yang akan dicapai terlebih dahulu.
3.        Mencoba
Mencoba adalah bereksperimen. Baik yang sifatnya membuat rumusan, membandingkan atau menyiapkan komentar atas setiap maksud kompetensi inti yang dipelajari. Siswa belajar menerapkan atau menemukan
4.        Mengasosiasi
Mengasosiasi merupakan kegiatan mengolah informasi atau data yang telah dikumpulkan. Kegiatan ini mengembangkan sikap prosedural dan kemampuan siswa dalam berpikir. Pelaksanaanya ialah bagaimana siswa menerjemahkan berbagai informasi yang didapat dari berbagai sumber, berkontemplasi, lalu menyatukannya dalam satu ide sehingga terbentuk satu kesimpulan yang bulat.
5.        Mengkomunikasikan
 Kegiatan akhir dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013 ialah siswa mengkomunikasikan. Akhir pengalaman belajar tersebut menempatkan fungsi bahasa sebagai komunikasi yang konkret, yaitu bagaimana siswa mengekspresikan diri dan informasi, berbahasa dengan baik dan benar, lisan maupun tertulis dengan mempertimbangkan konteks situasi tentunya.

D.           Kajian Kurikulum Kaitannya dengan Pendekatan Pragmatik

Di Indonesia akhir-akhir ini terjadi perubahan kurikulum. Sampai saat ini yang sedang diberlakukan adalah Kurikulum 2013 dan Kurikulum Nasional Pada dasarnya dua model kurikulum ini sama, yakni berorietasi pada suatu capaian kompetensi. Pembelajaran bahasa Indonesia di dalam kurikulum di arahkan pada suatu kompetensi berbahasa baik secara lisan maupun tulis. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (BSNP, 2006).
Dari uraian tersebut jelas ditunjukkan bahwa kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia menjadi tujuan pokok dari pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Pendidikan tingkat dasar sampai tingkat tinggi, pembelajaran bahasanya sudah diarahkan pada kemampuan berkomunikasi secara praktis. Untuk mencapai suatu kemampuan berkomunikasi secara “baik”, tidaklah mungkin dapat tercapai hanya dengan mempelajari bahasa secara struktural saja.
Hal tersebut dikarenakan adanya banyak faktor di luar bahasa yang mempengaruhi proses berkomunikasi. Dalam hal ini, pendekatan pragmatik cukup membantu dalam pembelajaran bahasa yang berorientasi pada tindak komunikasi secara praktis. Dalam kurikulum yang terbaru ini, dalam pembentukan arahan-arahannya juga sudah banyak melibatkan kajian pragmatik di dalamnya. Berbagai tuntutan kompetensi yang dihadirkan juga didasarkan pada tindak komunikasi (pragmatik). Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan dalam pembelajaran, sudah dirancang sedemikaian rupa untuk mengakomodasi tuntutan “siswa mampu berkomunikasi secara efektif efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan”. Dari aspek mendengarkan (menyimak), membaca, berbicara, dan menulis sudah didasarkan pada kebutuhan komunikasi; praktis. Dalam pembelajaran empat aspek tersebut, selalu akan diarahkan sampai pada kemampuan untuk menangkap wacana yang terdapat di luar aspek kebahasaan secara struktural. Dengan kurikulum guru sebagai salah satu elemen penting mempunyai keleluasaan dalam merancang proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Setiap daerah akan mempunyai fenomena yang berbeda khususnya mengenai penggunaan bahasa. Namun yang perlu dijadikan pegangan oleh para guru yaitu adanya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai. Selebihnya menjadi kebijakan pendidikan dalam mengakomidasi kebutuhan komunikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mencapai suatu kemampuan berkomunikasi secara “baik”, tidaklah mungkin dapat tercapai hanya dengan mempelajari bahasa secara struktural saja. Hal tersebut dikarenakan adanya banyak faktor di luar bahasa yang mempengaruhi proses berkomunikasi. Dalam hal ini, pendekatan pragmatik cukup membantu dalam pembelajaran bahasa yang berorientasi pada tindak komunikasi secara praktis.
Istilah pragmatik banyak didefinisikan oleh para ahli sebagai ilmu yang mempelajari dan menafsirkan tanda-tanda dalam komunikasi, hubungan antara pengguna bahasa dan penafsirnya, serta kaitan antara komunikasi bahasa dengan konteks. Pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari tentang tanda dan makna dikembangkan oleh Morris dengan mendasarkan pada gagasan Charles S. Pierce dan W. James selaku pencetus atau aliran yang mengkaji makna dalam kata atau kalimat yang didasarkan pada penggunaannya secara nyata. Meninjau peran serta fungsi pragmatik membangun dan memfasilitasi komunikasi, maka, pemerintah dalam Kurikulum 1984 memasukkannya sebagai komponen kurikulum. Hal ini sebagaimana ditulis pakar bahasa,
“Dalam GBPP 1984 Bahasa Indonesia ada suatu komponen kurikulum baru yang disebut „pragmatik‟. Komponen ini dianggap sebagai suatu bagian yang penting dalam kemampuan berkomunikasi atau keterampilan berbahasa yang ditentukan sebagai tujuan pengajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 1984 dan kurikulum-kurikulum sebelumnya (seperti kurikulum 1975)” (Nababan, 73).
Paparan di atas mengisyaratkan kepada kita akan esensi pragmatik dalam wahana komunikasi. Istilah tersebut masuk dalam muatan kurikulum untuk memfasilitasi pengguna bahasa secara ideasional, interpersonal, dan tekstual. Ideasional ialah bentuk ekspresi diri pemakai bahasa, interpersonal merupakan kemampuan jalin komunikasi, dan tekstual, yaitu menempatkan bahasa dalam penggunaannya secara lisan dan tertulis. Maka, tidaklah mengherankan jika pengetahuan pragmatik kembali bergema dalam kurikulum 2013 meskipun tidak secara khusus ditulis dan dimuat seperti dalam kurikulum sebelumnya (Kurikulum 1984).
Levinson dalam Mey, mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan antara bahasa dan konteks yang ditatabahasakan, atau yang dikodekan ke dalam tata bahasa suatu bahasa. Pengertian ini menunjukkan bahasa sebagai bangun struktur yang dikaitkan dengan konteks dalam penggunaannya. Pragmatik dianggap sebagai studi yang penting dalam menerjemahkan komunikasi. Dalam pragmatik, yang dipersoalkan bukan hanya kebenaran, keserasian, dan kesesuaian kata, kalimat, bahkan wacana teks berdasarkan tata bahasa, melainkan juga ketepatan atau kecocokan suatu kalimat yang digunakan pada suatu tindak komunikasi tertentu. Untuk ketepatan pemilihan kata atau kalimat, pemakai bahasa harus menata atau memilih strategi komunikasinya, sehingga kalimat atau ujaran yang diungkapkan sesuai dengan konteks yang dihadapinya. Batasan pragmatik Levinson di atas dapat dilihat berikut ini, “Pragmatic as being…“the study of those relations between language and context that the grammaticalized, or encoded in the structure of a language”(Mey, 2001: 5).
Selain itu, Leech, mengungkapkan “ancangan pragmatik mengacu pada kajian mengenai pemakaian bahasa secara efektif di dalam komunikasi” (1993: 22). Kompleksitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media utama tidak dapat selalu dimaknai secara ketatabahasaan atau intralingual saja, melainkan juga terdapat dimensi lain yang turut pula diperhatikan untuk memperlancar jalannya komunikasi, yaitu ekstralingual (konteks). Untuk secara tepat memahami komunikasi (bahasa) dalam situasi interaksi pihak yang berkomunikasi harus melalui proses interpretasi bahasa yang berwujud wahana verbal dan non-verbal. Karena, komunikasi bukanlah sekadar sebuah percakapan biasa, tetapi komunikasi bersifat fungsional yang memiliki tujuan dan pengaruh antara pihak yang berkomunikasi. Terbangunnya sebuah komunikasi yang baik tentunya dikarenakan keberhasilan pemakai bahasa membentuk, menyelaraskan, dan menggunakan bahasa berdasarkan fungsinya.
Definisi dan pandangan di atas mengukuhkan bagaimana pengetahuan pragmatik sejalan dengan konsep para pakar sebelumnya dan rekayasa pengetahuan yang distandardisasikan oleh para ahli pendidikan bahasa pada kurikulum 2013, yakni mengarahkan dan memfasilitasi siswa dalam menginterpretasi bahasa, serta membentuk dan memproduksi bahasa sebagai bagian dari ekspresi diri secara tekstual dalam konteks situasi penggunaannya.

No comments:

Post a Comment