BAB
II
MEMAHAMI PRAGMATIK DALAM KURIKULUM
A.
Analisis
ANALISIS
K.I 3 KELAS X
Kompetensi
Dasar
|
Analisis Pragmatik
|
KD 3.1 Memahami
stuktur dan kaidah teks anekdot melalui tulisan.
|
a)
Memahami termasuk tindak ujar ilokusi, karena dapat
menentukan dan menjelaskan struktur dan kaidah kebahasaan teks anekdot melalui tulisan.
b)
Maksim yang terdapat dalam memahami stuktur dan
kaidah teks anekdot melalui tulisan adalah maksim kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi
yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)
Tindak ujar verba
asertif
|
3.2 Membandingkan
teks laporan hasil observasi melalui tulisan
|
a)
Membandingkan termasuk ke dalam tindak ujar ilokusi,
karena petutur meminta untuk menemukan persamaan dan perbedaan antara dua
teks.
b)
Maksim yang terdapat dalam membandingkan teks laporan
hasil observasi adalah maksim
kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup,
relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)
Tindak ujar verba
rogatif
|
3.3
Menganalisis teks anekdot
|
a)
Menganalisis termasuk ke dalam tindak ujar Tindak
ujar ilokusi, karena merupakan
kegiatan menentukan dan mengenali unsur-unsur teks anekdot.
b)
Maksim yang terdapat dalam menganalisis teks anekdot
adalah maksim relevansi. Karena
memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.
c)
Tindak ujar Maksim yang terdapat dalam menceritakan
kembali teks narsi adalah maksim
kuantitas, kualitas dan kebjiksanaan, karena sudah memberikan informasi
yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
d)
Tindak ujar verba
rogatif.
|
3.4 Mengevaluasi teks
laporan hasil observasi
|
a)
Mengevaluasi termasuk ke dalam tindak ujar perlokusi,
karena merupakan tindakan respon dari siswa pada proses pembelajaran.
b)
Maksim yang terdapat dalam menceritakan kembali teks
narsi adalah maksim kuantitas,
kualitas dan kebjiksanaan, karena sudah memberikan informasi yang cukup,
relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)
Tindak ujar verba
rogatif
|
ANALISIS
K.I 4 KELAS X
KompetensiDasar
|
AnalisisPragmatik
|
KD4.1menginterpretasi
makna teks prosedur kompleks
|
a)
Menginterpretasi merupakan tindak ujar perlokusi
karena merupaan tindak respon dari siswa pada saat peroses pembelajaran.
b)
Maksim yang terdapat dalam menginterpretasi teks
negosiasi adalah maksim kuantitas dan
kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai,
dan seinformatif mungkin.
c)
Tindak ujar verba
asertif
|
KD 4.2 memproduksi
teks negoisasi
|
a.
Memproduksi merupakan tindak ujar perlokusi karena
merupakan tindak lanjut dari kegiatan mengintrpretasi.
a)
Maksim yang terdapat dalam memproduksi teks negosiasi
adalah maksim kuantitas dan kualitas,
karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan
seinformatif mungkin.
b)
Tindak ujar verba
direktif
|
KD 4.3 mengabstraksi
teks prosedur kompleks
|
a)
Mengabstraksi merupakan tindak ujar perlokusi karena merupaan
tindak respon dari siswa pada saat peroses pembelajaran.
b)
Maksim yang terdapat dalam mengabstraksi teks
prosedur kompleks adalah maksim
kuantitas dan kualitas, karena sudah memberikan informasi yang cukup,
relatif memadai, dan seinformatif mungkin.
c)
Tindak ujar verba
asertif.
|
KD
4.4 mengonversi teks negosiasi
|
a)
Mengonversi merupakan tindak ujar perlokusi karena
merupaan tindak respon dari siswa pada saat peroses pembelajaran.
b)
Maksim yang terdapat dalam mengonversi teks negosiasi
adalah maksim kuantitas dan kualitas,
karena sudah memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan
seinformatif mungkin.
c)
Tindak ujar verba
direktif
|
B. Pragmatik
Menurut Yule (2014:3) Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan
oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).
Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang
apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna
terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.
Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.
Pragmatik merupakan
suatu cabang dari linguistik yang menjadi objek bahasa dalam penggunaannya,
seperti komunikasi lisan maupun tertulis. Menurut Leech (Wijana,1996: 3)
pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa
berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi, morfologi,
sintaksis. Di dalam bahasa pragmatik terkadang juga memperhatikan suara,
morfem, struktur kalimat dan makna suatu kalimat.
Wijana (1996: 2)
menjelaskan bahwa makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat
oleh konteks. Hal ini berbeda dengan semantik yang menelaah makna yang bebas
konteks yaitu makna linguistik, sedangkan pragmatik adalah maksud tuturan.
Semantik tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa. Jika, makna juga
diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa, maka sulit diingkari
pentingnya konteks pemakaian bahasa karena makna itu selalu berubah-ubah
berdasarkan konteks pemakaiannya. Konteks tuturan dalam bentuk bahasa yang
berbeda dapat mempunyai arti yang sama, sedangkan tuturan yang sama dapat
mempunyai arti atau maksud yang lain.
Definisi pragmatik
menurut Cruse buku terjemahan (Commings, 2007: 2) adalah pragmatik dapat
dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas)
yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi
yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun
yang (b) juga muncul secra alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang
dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk
tersebut (penekanan ditambahkan). Melalui cara mengkodekan suatu tuturan, maka
dapat diketahui makna yang sesuai dengan konteks tuturan sehingga akan
diperoleh suatu informasi.
Definisi pragmatik
menurut Tarigan (1986: 34) tidak jauh berbeda dengan definisi lainnya yang
menjelaskan bahwa pragmatik adalah menelaah makna kaitannya dengan situasi
ujaran. Di dalam menelaah sebuah tuturan pendengar akan lebih mudah memahami maksud
tuturan tersebut diucapkan. Berdasarkan beberapa pengertian pragmatik di atas
maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah lawan tutur sehingga menimbulkan
suatu informasi yang jelas sesuai dengan suatu informasi yang jelas sesuia
dengan situasi ujaran.
C.
Proses Pembelajaran dalam
Kurikulum 2013
Terdapat lima tahapan dalam proses
belajar yang ada di dalam Kurikulum 2013, yakni mengamati, menanya,
mencoba, mengasosiasi, serta mengkomunikasikan. Diabawah ini akan di jelaskan
pengertian masing-masing kegiatan.
1.
Mengamati
Mengamati dapat diartikan menyimak.
Lebih luasnya, kegiatan pengamatan tidak hanya dilakukan oleh indera
penglihatan, tetapi dapat dilakukan pula dengan indera pendengaran. Kegiatan
mengamati ialah kegiatan membaca informasi baik dengan atau tanpa bantuan alat.
Diperlukan ketelitian dalam pencarian informasi.
2.
Menanya
Menanya bertujuan untuk
menggali informasi dari narasumber. Guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar, siswa juga dapat saling
bertanya dengan siswa lain atau kelompok belajarnya. Mereka dapat saling
mengkonfirmasi. Maka dari itu, saat prapembelajaran siswa sudah diberikan
gambaran kompetensi yang akan dicapai terlebih dahulu.
3.
Mencoba
Mencoba adalah bereksperimen.
Baik yang sifatnya membuat rumusan, membandingkan atau menyiapkan komentar atas
setiap maksud kompetensi inti yang dipelajari. Siswa belajar menerapkan atau
menemukan
4.
Mengasosiasi
Mengasosiasi merupakan kegiatan mengolah informasi atau data yang telah dikumpulkan. Kegiatan ini mengembangkan
sikap prosedural dan kemampuan siswa dalam berpikir. Pelaksanaanya ialah
bagaimana siswa menerjemahkan berbagai informasi yang didapat dari berbagai
sumber, berkontemplasi, lalu menyatukannya dalam satu ide sehingga terbentuk
satu kesimpulan yang bulat.
5.
Mengkomunikasikan
Kegiatan
akhir dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013 ialah siswa mengkomunikasikan.
Akhir pengalaman belajar tersebut menempatkan fungsi bahasa sebagai komunikasi
yang konkret, yaitu bagaimana siswa mengekspresikan diri dan informasi,
berbahasa dengan baik dan benar, lisan maupun tertulis dengan mempertimbangkan
konteks situasi tentunya.
D.
Kajian Kurikulum Kaitannya
dengan Pendekatan Pragmatik
Di Indonesia
akhir-akhir ini terjadi perubahan kurikulum. Sampai saat ini yang sedang
diberlakukan adalah Kurikulum 2013 dan Kurikulum Nasional Pada dasarnya dua
model kurikulum ini sama, yakni berorietasi pada suatu capaian kompetensi.
Pembelajaran bahasa Indonesia di dalam kurikulum di arahkan pada suatu
kompetensi berbahasa baik secara lisan maupun tulis. Pembelajaran bahasa
Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia (BSNP, 2006).
Dari uraian tersebut
jelas ditunjukkan bahwa kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia menjadi tujuan pokok dari pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Pendidikan tingkat dasar sampai tingkat tinggi, pembelajaran bahasanya sudah
diarahkan pada kemampuan berkomunikasi secara praktis. Untuk mencapai suatu
kemampuan berkomunikasi secara “baik”, tidaklah mungkin dapat tercapai hanya
dengan mempelajari bahasa secara struktural saja.
Hal tersebut
dikarenakan adanya banyak faktor di luar bahasa yang mempengaruhi proses
berkomunikasi. Dalam hal ini, pendekatan pragmatik cukup membantu dalam
pembelajaran bahasa yang berorientasi pada tindak komunikasi secara praktis.
Dalam kurikulum yang terbaru ini, dalam pembentukan arahan-arahannya juga sudah
banyak melibatkan kajian pragmatik di dalamnya. Berbagai tuntutan kompetensi
yang dihadirkan juga didasarkan pada tindak komunikasi (pragmatik). Standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan dalam pembelajaran, sudah
dirancang sedemikaian rupa untuk mengakomodasi tuntutan “siswa mampu
berkomunikasi secara efektif efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulisan”. Dari aspek mendengarkan (menyimak), membaca,
berbicara, dan menulis sudah didasarkan pada kebutuhan komunikasi; praktis.
Dalam pembelajaran empat aspek tersebut, selalu akan diarahkan sampai pada
kemampuan untuk menangkap wacana yang terdapat di luar aspek kebahasaan secara
struktural. Dengan kurikulum guru sebagai salah satu elemen penting mempunyai
keleluasaan dalam merancang proses pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik. Setiap daerah akan mempunyai fenomena yang berbeda
khususnya mengenai penggunaan bahasa. Namun yang perlu dijadikan pegangan oleh
para guru yaitu adanya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai. Selebihnya menjadi kebijakan pendidikan dalam mengakomidasi kebutuhan
komunikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mencapai suatu kemampuan
berkomunikasi secara “baik”, tidaklah mungkin dapat tercapai hanya dengan
mempelajari bahasa secara struktural saja. Hal tersebut dikarenakan adanya
banyak faktor di luar bahasa yang mempengaruhi proses berkomunikasi. Dalam hal
ini, pendekatan pragmatik cukup membantu dalam pembelajaran bahasa yang berorientasi
pada tindak komunikasi secara praktis.
Istilah
pragmatik banyak didefinisikan oleh para ahli sebagai ilmu yang mempelajari dan
menafsirkan tanda-tanda dalam komunikasi, hubungan antara pengguna bahasa dan
penafsirnya, serta kaitan antara komunikasi bahasa dengan konteks. Pragmatik
sebagai ilmu yang mempelajari tentang tanda dan makna dikembangkan oleh Morris
dengan mendasarkan pada gagasan Charles S. Pierce dan W. James selaku pencetus
atau aliran yang mengkaji makna dalam kata atau kalimat yang didasarkan pada
penggunaannya secara nyata. Meninjau peran serta fungsi pragmatik membangun dan
memfasilitasi komunikasi, maka, pemerintah dalam Kurikulum 1984 memasukkannya
sebagai komponen kurikulum. Hal ini sebagaimana ditulis pakar bahasa,
“Dalam GBPP
1984 Bahasa Indonesia ada suatu komponen kurikulum baru yang disebut
„pragmatik‟. Komponen ini dianggap sebagai suatu bagian yang penting dalam
kemampuan berkomunikasi atau keterampilan berbahasa yang ditentukan sebagai
tujuan pengajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 1984 dan kurikulum-kurikulum
sebelumnya (seperti kurikulum 1975)” (Nababan, 73).
Paparan di atas
mengisyaratkan kepada kita akan esensi pragmatik dalam wahana komunikasi.
Istilah tersebut masuk dalam muatan kurikulum untuk memfasilitasi pengguna
bahasa secara ideasional, interpersonal, dan tekstual. Ideasional ialah bentuk
ekspresi diri pemakai bahasa, interpersonal merupakan kemampuan jalin
komunikasi, dan tekstual, yaitu menempatkan bahasa dalam penggunaannya secara
lisan dan tertulis. Maka, tidaklah mengherankan jika pengetahuan pragmatik
kembali bergema dalam kurikulum 2013 meskipun tidak secara khusus ditulis dan
dimuat seperti dalam kurikulum sebelumnya (Kurikulum 1984).
Levinson dalam Mey,
mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan antara
bahasa dan konteks yang ditatabahasakan, atau yang dikodekan ke dalam tata
bahasa suatu bahasa. Pengertian ini menunjukkan bahasa sebagai bangun struktur
yang dikaitkan dengan konteks dalam penggunaannya. Pragmatik dianggap sebagai
studi yang penting dalam menerjemahkan komunikasi. Dalam pragmatik, yang
dipersoalkan bukan hanya kebenaran, keserasian, dan kesesuaian kata, kalimat,
bahkan wacana teks berdasarkan tata bahasa, melainkan juga ketepatan atau
kecocokan suatu kalimat yang digunakan pada suatu tindak komunikasi tertentu.
Untuk ketepatan pemilihan kata atau kalimat, pemakai bahasa harus menata atau
memilih strategi komunikasinya, sehingga kalimat atau ujaran yang diungkapkan
sesuai dengan konteks yang dihadapinya. Batasan pragmatik Levinson di atas
dapat dilihat berikut ini, “Pragmatic as being…“the study of those relations
between language and context that the grammaticalized, or encoded in the
structure of a language”(Mey, 2001: 5).
Selain
itu, Leech, mengungkapkan “ancangan pragmatik mengacu pada kajian mengenai
pemakaian bahasa secara efektif di dalam komunikasi” (1993: 22). Kompleksitas
komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media utama tidak dapat selalu
dimaknai secara ketatabahasaan atau intralingual saja, melainkan juga terdapat
dimensi lain yang turut pula diperhatikan untuk memperlancar jalannya
komunikasi, yaitu ekstralingual (konteks). Untuk secara tepat memahami
komunikasi (bahasa) dalam situasi interaksi pihak yang berkomunikasi harus
melalui proses interpretasi bahasa yang berwujud wahana verbal dan non-verbal.
Karena, komunikasi bukanlah sekadar sebuah percakapan biasa, tetapi komunikasi
bersifat fungsional yang memiliki tujuan dan pengaruh antara pihak yang
berkomunikasi. Terbangunnya sebuah komunikasi yang baik tentunya dikarenakan
keberhasilan pemakai bahasa membentuk, menyelaraskan, dan menggunakan bahasa
berdasarkan fungsinya.
Definisi dan pandangan di
atas mengukuhkan bagaimana pengetahuan pragmatik sejalan dengan konsep para
pakar sebelumnya dan rekayasa pengetahuan yang distandardisasikan
oleh para ahli pendidikan bahasa pada kurikulum 2013, yakni mengarahkan dan
memfasilitasi siswa dalam menginterpretasi bahasa, serta membentuk dan
memproduksi bahasa sebagai bagian dari ekspresi diri secara tekstual dalam
konteks situasi penggunaannya.
No comments:
Post a Comment