Cerita Rakyat dari Bangka Belitung : Si Penyumpit dan Babi Hutan
Si Penyumpit adalah seorang pemuda yang pandai menyumpit
hewan buruan. Selain kemampuannya dalam menyumpit, dia juga pandai meramu
obat-obatan. Penduduk desa sangat menyukai si Penyumpit. Hanya satu orang yang
tidak suka padanya, yaitu Pak Raje, Kepala Desa yang kikir. Almarhum ayah si
Penyumpit pernah berutang pada Pak Raje dan ia selalu menuntut si Penyumpit
untuk melunasi utang ayahnya.
Suatu hari, Pak Raje menemui Si Penyumpit. "Hai Penyumpit,
untuk melunasi utang ayahmu, kau harus menjaga sawahku dari serbuan babi hutan.
Sumpitlah mereka supaya tidak kembali lagi. Tapi ingat, jika kau lengah dan
babi hutan itu merusak padiku lagi, kau harus membayar ganti rugi padaku,"
kata Pak Raje. Tak bisa menolak, Penyumpitpun menyetujuinya.
Malam itu, ia memulai tugasnya dengan waspada."Aha, itu
mereka," bisiknya dalam hati, matanya memandang tajam ke arah sawah milik
Pak Raje. Segerombolan babi hutan menuju ke sawah Pak Raje. Si Penyumpit
mengeluarkan alat sumpitnya, dan huuppp... melayanglah anak sumpitnya ke
gerombolan babi hutan itu. "Ngoiikkk..." seekor babi hutan terkena
sumpitannya. "Ngoikkk...ngoik... ngoik..." babi hutan itu
berteriak-teriak seolah memberi peringatan pada teman-temannya. Mereka semua
Iari menyelamatkan diri.
Si Penyumpit keluar dari persembunyiannya. Ia hendak melihat
babi hutan yang disumpitnya, tapi babi hutan itu sudah pergi. "Aneh,
seharusnya ia mati terkena sumpitanku." Penasaran, si Penyumpit mengikuti
jejak darah yang tercecer di tanah. Jejak itu berhenti di sebuah rumah kecil di
hutan. Dari jendela, terlihat beberapa wanita cantik. "Di mana babi hutan
itu?" bisiknya. Salah satu dari wanita cantik itu terluka perutnya. Si
Penyumpit pun mempertajam penglihatannya. "Hei, bukankah itu mata
sumpitku?" Ia heran, tadi ia menyumpit babi hutan, tapi mengapa wanita itu
terluka? Tak mau berlama-lama, si Penyumpit mengetuk pintu.
"Siapa kau mengapa datang tengah malam begini?"
tanya wanita yang membuka pintu.
"Namaku si Penyumpit. Tadi aku menyumpit seekor babi
hutan. Tapi aneh, babi hutan itu hilang. Setelah aku ikuti jejak darahnya,
ternyata berhenti di rumah ini."
"Oh, jadi kau yang menyumpit adik kami? Lihat, sekarang
ia kesakitan. Kami tak tahu bagaimana caranya melepas mata sumpit itu,"
kata wanita itu marah. Si Penyumpit bingung. "Apakah kalian ini gerombolan
babi hutan tadi?" tanyanya.
"Ya, kami memang siluman babi hutan. Kami menjadi babi
hutan untuk mencari makan di malam hari," jawab wanita itu.
Sekarang barulah si Penyumpit mengerti. "Oh, maafkan
aku. Aku tak sengaja melukai adikmu. Tapi jangan khawatir, aku akan melepaskan
anak sumpit itu dan mengobati lukanya," katanya. Wanita itu setuju.
Si Penyumpit meminta beberapa helai daun keremunting yang
ditumbuk. Ia akan membalutkannya ke luka tersebut. Berhasil... anak sumpit itu
berhasil ditarik. Luka di perut itu kemudian dibalut dengan tumbukan daun
keremunting. Darah pun berhenti bercucuran.
Wanita itu lega. Ia berterima kasih pada si Penyumpit.
"Meskipun kau telah menyumpit adikku, aku tetap berterima kasih padamu.
Sebagai hadiah, terimalah ini," kata wanita itu sambil mengeluarkan empat
bungkusan kecil.
Si Penyumpit menolak, "Sudah seharusnya aku mengobati
adikmu. Tak perlu memberiku hadiah."
"Terimalah. Bungkusan ini berisi kunyit, buah nyatoh,
daun simpur, dan buah jering. Anggaplah ini sebagai tanda persahabatan dari
kami," kata wanita itu memaksa. Akhirnya, si Penyumpit mengalah. Ia
menerima keempat bungkusan itu.
Hari
sudah menjelang pagi ketika si Penyumpit sampai di rumah. Dengan hati-hati, ia
membuka bungkusan tadi. Terngata isinya perhiasan emas, intan, dan berlian! Si
Penyumpit gembira sekali, "Terima kasih babi hutan. Dengan begini aku
mampu melunasi utang ayahku pada Pak Raje.” Gumamnya dalam hati.
Si Penyumpit menjual semua perhiasan itu dan menemui Pak
Raje. "Darimana kau dapat uang sebanyak ini? Jangan-jangan kau
merampok?" tanya Pak Raje curiga.
Si Penyumpit lalu menceritakan pengalamannya pada Pak Raje.
"Jadi, sekarang utang ayahku sudah lunas, ya Pak," kata si Penyumpit.
Pak Raje hanya mengangguk. Dalam hati, ia punya rencana. Ia akan meniru
pengalaman si Penyumpit. "He... he... siapa tahu babi hutan itu juga
memberiku perhiasan," tawanya dalam hati.
Malam harinya, Pak Raje sudah siap dengan alat sumpitnya. Setelah
menunggu beberapa saat, akhirnya babi-babi hutan itu datang. Persis seperti
pengalaman si Penyumpit sebelumnya, ia menyumpit babi-babi hutan itu. Pak Raje
juga mengikuti jejak ceceran darah babi hutan yang terluka. Ia pura-pura hendak
menolong wanita siluman babi hutan itu.
Pak Raje tak tahu, seharusnya ia mempersiapkan ramuan obat
untuk mencegah darah bercucuran dari luka. Ketika Pak Raje mencabut anak
sumpitnya, wanita itu berteriak kesakitan. Darah segar mengucur deras dari
lukanya. Darah itu tak mau berhenti, sehingga mereka semua panik. Wanita-wanita
itu marah. Mereka berubah menjadi babi hutan dan menyerang Pak Raje.
Pak Raje kembali ke rumahnya dengan tubuh penuh luka.
Putrinya sangat terkejut melihat keadaan agahnya. Ia lalu segera menemui si Penyumpit
untuk meminta tolong.
“Apa yang terjadi? Mengapa ayahniu terluka parah."
tanya si Penyumpit.
"Aku tak tahu. Semalam Ayah bilang la mau menjaga sawah
untuk menangkal babi hutan. Mungkin Ayah diserang babi hutan?" jawab putri
Pak Raje, Mendengar hal itu, mengertilah si Penyumpit apa yang sebenarnya telah
terjadi pada Pak Roje. Sebenarnya ia hendak menertawakan kebodohan Pak Raje,
noman dia tidak tega melihat putri Pak Raje yang terus menangis.
Si Penyumpit kemudian meramu obat dan mengoleskannya ke seluruh
tubuh Pak Raje. Perlahan, Pak Raje mulai menggerakkan tangannya dan membuka
matanya. Melihat si Penyumpit yang sedang mengobati dirinya, dia menjadi malu.
"Ayah, syukurlah Ayah sudah sadar," kata putrinya.
Perlahan, Pak Raje bangun dan duduk di pembaringannya.
"Maafkan aku atas sikapku selama ini. Kau memang pemuda
yang baik, sedikit pun kau tidak mendendam padaku," katanya. "Untuk
membalas budi, aku akan menikahkanmu dengan putriku. Apakah engkau
bersedia?" tanya Pak Roje lagi.
Putri Pa k Roje tersipu malu. Si Penyumpit memandanginya.
Memang sebenarnya sudah lama Si Penyumpit menyukai putri Pak Raje yang cantik
dan baik hati. Tapi ia tak pernah berani mengatakannya. "Tentu aku mau Pak
Raje," jawab Si Penyumpit gembira.
"Jika begitu, aya kita sebarkan berita baik ini pada
penduduk desa," kata Pak Raje dengan bersemangat.
Pesta pemikahan antara si Penyumpit dan putri Pak Raje
dilaksanakan dengan merioh. Semua penduduk desa diundang. Karena sudah berusia
lanjut. Pak Raje meminta si Penyumpit untuk menggantikannya sebagai kepala
desa. Dan si Penyumpit berhasil memimpin desa itu dengan arif dan bijaksana
sehingga masyarakat hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan
Pesan moral dari Cerita Rakyat dari
Bangka Belitung : Si Penyumpit untukmu adalah kecurangan tak akan berbuah
kebaikan. Percaya pada kemampuan diri sendiri dan terus berusaha sekuat tenaga,
itulah yang membuahkan kemenangan.
No comments:
Post a Comment