Thursday, November 12, 2015

MAKALAH MEMAHAMI FONOLOGI DAN FONETIK SEBAGAI ILMU BUNYI BAHASA DAN MACAM-MACAMNYA.



BAB I
PENDAHULUAN


1.1        Latar Belakang Masalah
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan mengkaji runtunan bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi terbentuk dari kata fon berarti bunyi, dan logi yang berarti ilmu. Fonologi berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafazkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Terdiri dari huruf vokal, diftong( vokal yang ditulis rangkap ), kluster ( konsonan yang ditulis rangkap ).  
Objek studi fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Jenis fonetik berdasarkan sudut pandang bunyi bahasa yaitu fonetik organis, fonetik akustis, fonetik auditoris. Sedangkan fonemik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa denga memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna bunyi-bunyi ujar merupakan unsur-unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan yang sekaligus berfungsi untuk membedakan makna.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam penulisan masalah mengenai fonologi bila kita tidak menetukan patokan-patokan yang jelas mengenai hal-hal yang akan kita bahas tentunya kita akan memperoleh kesulitan dalam mengembangkan makalah ini. Mengingat adanya keterbatasan dalam kemampuan penyusun dan demi terarahnya penyusunan makalah maka penyusun membatasi permasalahan pada hal-hal:
1.      Apakah yang dimaksud denga fonologi ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan fonetik ?
3.      Apa sajakah macam-macam fonologi ?
4.      Apakah bedanya fonetik dan fonemik ?
5.      Apakah jenis-jenis dari fonetik ?

1.3 Tujuan
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Analisis Kesulitan Membaca. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan daerah.
2.      Untuk mengetahui dan memahami fonologi
3.      Untuk memahami perbedaan fonologi, fonetik, dan fonemik
4.      Untuk mengetahui manfaat unsure-unsur terjadinya bunyi
5.      Untuk referensi bagi rekan mahasiswa.

1.4  Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :  
1.      Menambah ilmu pengetahuan
2.      Meningkatkan intelektualitas serta memperdalam penghayatan keilmuan;
3.      Dari isi makalah ini kita bisa mengetahui lebih jauh tentang fonologi, fonetik, dan fonemik
4.      Mengetahui dan memahami tentang bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.
5.      Mengetahui dengan lebih jelas bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan dan dituturkan serta mengenai alat-alat artikulasi yang berperan dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.



















BAB II
MEMAHAMI FONOLOGI DAN FONETIK SEBAGAI ILMU BUNYI BAHASA DAN MACAM-MACAMNYA

2.1 FONOLOGI
2.1.1 Kajian Fonologi
Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos = ‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi.
Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional. Menurut abdul chaer  (2010:100), secara etimologi istilah “fonologi”   ini dibentuk dari kata “fon” yang bermakna “bunyi” dan “logi”  yang berarti “ilmu”. Jadi, secara seder-hana dapat dikatakan bahwa fonologi merupa-kan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya. Menurut Kridalaksana (1995: 57) Fonologi ialah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Berdasarkan beberapa sumber tersebut dapatlah disimpulkan bahwa fonologi ialah bidang linguisik atau lmu bahasa yang menyelidiki, mempelajari, me- nganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berserta fungsi.

2.1.2 Macam-Macam Fonologi
          Fonetik
Fonetik (vokal,konsonan) adalah yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia bunyi yang keluar dari mulut tanpa mendapat hambatan,yang menghambat hanya posisi lidah,bentuk bibir.vokal (a,i,u,e,o).
            Fonemik
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi yang bersifat distingtif  atau unit bunyi yang signifikan.
Dalam hal ini perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1) menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan (2) membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.
Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang bersifat fungsional atau fonem, biasanya dilakukan melalui “ kontras pasangan minimal”. Dalam hal ini pasangan minimal ialah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda.  Sekurang-kurangnya ada empat premis untuk mengenali sebuah fonem, yakni (1) bunyi bahasa dipengaruhi lingkungannya, (2) bunyi bahasa itu simetris, (3) bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam kelas fonem yang berbeda, dan (4) bunyi bahasa yang bersifat komplementer harus dimasukkan ke dalam kelas fonem yang sama. Dapat disimpulkan fonemik  adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna kata.contoh misal nya :  (l),(a),(b),(a) dan (r),(a),(b),(a).kedua kata itu sangat mirip,masing-masing terdiri dari buah bunyi.yang pertama mempunyai bunyi (l),(a),(b),dan (a) ; dan yang ke dua mempunyai bunyi (r),(a),(b),dan(a).jika kita bandingkan hanya pada bunyi pertama yang membedakan nya yaitu (l) dan(r) dua buah fonem yang berbeda.

a.      Realisasi Fonem
Realisasi fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari ciri atau satuan fonologis, yakni  fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi fonem erat kaitannya dengan variasi fonem. Variasi fonem merupakan salah satu wujud pengungkapan dari realisasi fonem. Secara segmental fonem bahasa Indonesia dibedakan atas vokal dan konsonan.
b.      Variasi Fonem
      Variasi fonem adalah wujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari fonem. Ujud variasi suatu fonem yang ditentukan oleh lingkungannya dalam distribusi yang komplementer disebut varian alofonis atau alofon.

















2.2 FONETIK
           2.2.1 Jenis –Jenis Fonetik
Fonetik (vokal,konsonan) adalah yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia bunyi yang keluar dari mulut tanpa mendapat hambatan,yang menghambat hanya posisi lidah,bentuk bibir.vokal (a,i,u,e,o).
Fonetik ada tiga jenis yaitu :
1. Fonetik artikulatoris
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis yang mempelajari mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi. Pembahasannya, antara lain meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam memproduksi bunyi bahasa itu; mekanisme arus udara yang digunakan dalam memproduksi bunyu bahasa; bagaiamana bunyi bahasa itu dibuat; mengenai klasifikasi bunyi bahasa yang dihasilkan serta apa criteria yang digunakan mengenai silabel dan juga mengenai unsure-unsur atau ciri-ciri suprasegmental, seperti tekanan, jeda, durasi, dan nada.
2. Fonetik akustik
Fonetik akustik disebut ilmu yang mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis.bunyi-bunyi itu diselidiki dari frekuensi getarannya,amplitudonya. Objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat diudara, antara lain membicarakan : gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara, spectrum, tekanan, dan intensitas bunyi. Juga mengenai skala decibel, resonansi, akustik produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu. Kajian ini lebih mengarah kepada fisika daripada kajian linguistik, meskipun linguistik memiliki kepentingan didalamnya.
3. Fonetik auditori
Fonetik auditori disebut ilmu yang mempelajari mekanisme penerimaan bunyi bahasa oleh telinga. Pembahasannya mengenai struktur dan fungsi alat dengar, yang disebut telinga itu bekerja. Kajian ini lebih berkenaan dengan ilmu kedokteran.
Dari ke tiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, karena fonetik ini berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa di hasilkan atau di ucapkan manusia.disini ada gambar yang menjelaskan tentang ke tiga fonetik diatas.
Gambar jenis-jenis fonetik :
zxxx.jpg

2.2.2
  Terjadinya Bunyi Dan Alat Ucap
                        Seperti yang sudah disebutkan, bahwa fonetik (artikulatoris) mengkaji cara membentuk bunyi-bunyi bahasa. Adapun sumber kakuatan utama untuk membentuk bunyi bahasa yaitu udara yang keluar dari paru-paru. Udara tersebut dihisap ke dalam paru-paru, kemudian dikeluarkan ketika bernafas. Ketika udara keluar dari paru-paru melalui tenggorokan, ada yang mendapat hambatan ada yang tidak mendapat hambatan.
Proses membentuk dan mengucapkan bunyi berlangsung dalam suatu kontinuum. Menurut analisis bunyi fungsional, arus bunyi yang kontinuum tersebut bisa dikategorisasikan berdasarkan segmen tertentu. Walaupun denikian, ada pula bunyi yang tidak dapat dikategorisasikan menjadi segmen-segmen tertentu yang disebut bunyi suprasegmental. Oleh sebab itu, bunyi bahasa dapat dibagi menjadi :
(1)   Bunyi segmental dan
(2)   Bunyi suprasegmental.
Proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besarnya terbagi atas 4 macam, yakni:
(1)  Proses keluarnya bunyi dari paru-paru,
(2)  Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
(3)  Proses artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
(4) Proses oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung   (ladefoged, 1973: 2-3).

Terjadinya Bunyi:
1.      Sumber energi utama terjadinya bunyi bunyi bahasa adalah adanya udara dari paru-paru.
2.      Udara dihirup ke dalam paru-paru kemudian dihembuskan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas.
3.      Udara yang dihembuskan (atau dihirup untuk sebagaian kecil bunyi bahasa) mendapat hambatan di berbagai tempat alat-alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadi bunyi bahasa.
4.      Tempat atau alat bicara yang dilewati diantaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung.
5.      Pada waktu udara mengalir keluar pita suarharus dalam keadaan terbuka.
6.      Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara, bunyi bahasa tidak akan terjadi.
7.      Syarat terjadinya bunyi bahasa secara garis besar.

Alat ucap :
1. Paru-paru (lungs)
2. Batang tenggorok (trachea)
3. Pangkal tenggorok (larynx)
4. Pita-pita suara (vocal cords)
5. Krikoid (cricoid)
6. Tiroid (thyroid/lekum)
7. Aritenoid (arythenoids)
8. Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)
9.  Epiglotis (epiglottis)
10. Akar lidah (root of the tongue)
11. Punggung lidah/ pangkal lidah (dorsum)
12. Tengah lidah (medium)
13. Daun lidah (lamina)
14. Ujung lidah (apex)
15. Anak tekak (uvula)
16. Langit-langit lunak (velum)
17. Langit-langit keras (palatum)
18. Gusi dalam/ ceruk gigi (alveolae)
19. Gigi atas (denta)
20. Gigi bawah (denta)
21. Bibir atas (labia)
22. Bibir bawah (labia)
23. Mulut                       
24. Rongga mulut (oral cavity)
25. Rongga hidung (nasal cavity)

a.    Paru-paru (Lungs)
Paru-paru berfungsi untuk bernafas. Bernafas terdiri atas dua proses, yakni: (1) Proses menghisap udara ke paru-paru, yang berupa oksigen (O2); dan (2) Proses mengeluarkan udara dari paru-paru, yang berupa karbondioksida (CO2).
            Selama hidup, manusia senantiasa menghisap dan mengeluarkan uadara. Dengan demikian, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan udara yang menjadi sumber terbentuk bunyi bahasa (Pike, 1974).
b.   Pangkal Tenggorokan (Larynx)
Pangkal tenggorokan adalah rongga di ujung saluran pernapasan. Pangkal tenggorokan ini terdiri atas empat komponen, yakni: (1) tulang rawan krikoid, (2) tulang rawan Aritenoid, (3) sepasang pita suara, dan (4) tulang rawan tiroid (Malmberg, 1963:22).
Tenggorokan (larynx), rongga anak tekak (pharinx), pita suara (vokal cords), dan anak tekak (uvula). Tenggorokan berfungsi untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, rongga tersebut dapat membuka atau menutup. Jika rongga tenggorokan membuka akan membentuk bunyi vokal, sebaliknya jika rongga tenggorokan menutup akan membentuk bunyi konsonan. Tentu saja, fungsi pita suara sangat penting dalam menghasilkan bunyi. Uraian mengenai fungsi pita suara dijelaskan di bawah ini.
c.    Rongga Anak Tekak (Pharynx)
Rongga anak tekak ada di antara pangkal tenggorokan dan rongga mulut dan rongga hidung. Gunanya sebagai saluran udara yang akan bergetar bersama sama dengan pita suara. Adapun bunyi yang dihasilkannya disebut bunyi faringal.
d.   Pita suara (Vokal Cords)
Bunyi yang dihasilkan pita suara diatur oleh sistem otot aritenoid. Pita suara bagian depan mengait pada tulang rawan tiroid. Adapun pita suara bagian belakang mengait pada tulang rawan Aritenoid. Pita suara dapat membuka luas atau menutup, fungsinya sebagai katup yang ngatur jalannya udara dari paru-paru ketika melalui tenggorokan.
Akibat membuka dan menutup pita suara, akan memunculkan rongga di antara pita suara yang disebut glotis. Posisi glotis ada empat macam, yakni: membuka lebar, membuka, menutup, dan menutup rapat. Proses bergetarnya pita suara tersebut disebut proses fonasi. Proses teresebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Proses membuka-Nutupnya Glotis
Posisi Glotis akan mempengaruhi pola terbentuknya bunyi bahasa. Jika posisi glotis membuka akan menghasilkan bunyi tak bersuara. Sebaliknya, jika posisi glotis menutup akan menghasilkan bunyi bersuara. Di bawah ini dijelaskan posisi pita suara ketika membentuk bunyi bahasa.

   1. Posisi pita suara ketika bernafas
Ketika bernafas, pita suara membuka lebar sehingga udara yang keluar dari paru-paru melalui tenggorokan tidak ada yang menghalangi. Posisi pita suara seperti ini umumnya menghasilkan bunyi vokal, bunyi [h p,t,s k].
   2. Posisi pita suara bergetar
Jika pita suara bergetar, bagian atasnya membuka sedikit sehingga membentuk bunyi [b,d,g,m,r]. Jika pita suara tidak bergetar, akan menghasilkan bunyi [p,t,c,k,f,h,s].
   3.  Posisi pita suara ketika ngengucapkan bunyi glotal
Ketika ngucapkan konsonan glotal, pita suara menutup sehingga bunyi yang melalui tenggorokanberhenti sejenak, dan menghasilkan bunyi hamzah [?].
   4.  Posisi pita suara ketika berbisik
Posisi pita suara ketika berbisik, bagian bawahnya menutup sedikit, udara yang keluarnya pun berkurang sehingga bunyi–bunyi bahasa tersebut tidak jelas terdengarnya.

Macam-macam Posisi Glotis
e. Langit-langit Lunak (Velum) dan Anak tekak (Uvula)
          Langit-langit lunak (velum) beserta bagian ujungnya yaitu anak tekak (uvula) dalam menghasilkan bunyi bahasa, dapat turun atau naik. Ketika bernafas normal, langit-langit lunak dan anak tekak tersebut turun, sehingga udara dapat leluasa melalui hidung, termasuk ketika membentuk bunyi nasal. Ketika menghasilkan bunyi nonnasal, langit-langit lunak dan anak tekak naik menutup rongga hidung. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh langit-langit lunak disebut bunyi velar. Adapun bunyi yang dihasilkan dengan hambatan anak tekak disebut bunyi uvular.
f. Langit-langit Keras (Palatum)
Langit-langit keras merupakan susunan tulang-belulang. Bagian depannya mulai dari langit-langit cekung ka atas, kemudian diikuti oleh bagian belakang yang lunak. Menghasilkan bunyi bahasa, langit-langit keras menjadi artikulator pasif. Adapun artikulator aktifnya ialah ujung lidah dan tengah lidah.  Bunyi yang dihasilkan oleh langit-langit keras disebut bunyi palatal, sedangkan bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah (apex) disebut bunyi apical. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah (medium) disebut bunyi medial. Bunyi-bunyi tersebut biasa digabungkan menjadi apikopalatal dan medio-palatal (Bloch & Trager, 1942:15).
g. Gusi (Alveolum)
         Gusi merupakan tempat tumbuhnya gigi. Gusi dapat disebut daerah kaki gigi. Dalam membentuk bunyi bahasa, lidah merupakan titik artikulasi, sedangkan articulator aktifnya ialah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gusi disebut bunyi alveolar. Selain itu, gusi dapat bersama-sama dengan daun lidah (lamina) membentuk bunyi bahasa, sehingga menghasilkan bunyi laminal. Gabungan kedua bunyi tersebut disebut bunyi lamino-alveolar.
h. Gigi (Dentum)
        Gigi terbagi dua, yaitu gigi atas dan gigi bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, gigi yang berperan penting yaitu gigi atas. Gigi atas biasanya bersama-sama dengan bibir baeah atau ujung lidah. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan gigi bawah disebut bunyi dental, bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan bibir bawah disebut labio-dental. Adapun bunyi bahasa yang terbentuk oleh gigi atas dan ujung lidah disebut bunyi apiko-dental.
i. Bibir (labium)
       Bibir dibagi menjadi dua bagian, yaitu bibir atas dan bibir bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, bibir atas berfungsi sebagai articulator pasif bersama-sama dengan bibir bawah yang menjadi articulator aktif. Bunyi yang dihasilkan oleh dua bibir disebut bunyi bilabial.

         2.2.3  Klasifikasi Bunyi
1)        Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara.
a)        Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi.
b)        Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi.
c)        Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni.
2)        Berdasarkan jalan keluarnya arus udara.
a)        Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara ke  luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar arus udara dapat keluar melalui rongga hidung.
b)        Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar melalui mulut.
3)      Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di artikulasikan.
a)        Bunyi keras (fortis), yaitu bunyi bahasa yang pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kuat arus.
b)        Bunyi lunak (lenis), yaitu bunyi yang pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketegangan kuat arus.
4)        Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau diartikulasikan
a)        Bunyi panjang
b)        Bunyi pendek

5)        Berdasarkan derajat kenyaringannya
Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak nyaring. Derajat kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya ruang resonansi pada waktu bunyi diucapkan. Makin luas ruang resonansi saluran bicara waktu membentuk bunti, makin tinggi derajat kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya.
6)        Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata
a)        Bunyi tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata (semua bunyi vokal atau monoftong dan konsonan).
b)        Bunyi rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam satu suku kata. Bunyi rangkap terdiri dari
c)        Diftong (vokal rangkap) : [ai], [au] dan [oi].
d)       Klaster (gugus konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl].
7)        Berdasarkan arus udara
a)        Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru. Bunyi egresif dibedakan menjadi :
(1)     Bunyi egresif pulmonik : dibentuk dengan mengecilkan ruang paru-paru,otot perut dan rongga dada.
(2)     Bunyi egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga glotis dalam keadaan tertutup.
b)        Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara menghisap udara ke dalam paru-paru.
(1)     Ingresif glotalik : pembentukannya sama dengan egresif glotalik tetapi berbeda pada arus udara.
(2)     Ingresif velarik : dibentuk dengan menaikkan pangkal lidah ditempatkan pada langit-langit lunak.
              Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.
                                                                                        
a.  Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster
1)        Pembentukan Vokal
Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, bentuk bibir, dan strikturnya. Berikut ini jenis-jenis vokal berdasarkan cara pembentukannya, yakni:
a)        Berdasarkan bentuk bibir : vokal bulat, vokal netral, dan vokal tak bulat;
b)        Berdasarkan tinggi rendahnya lidah : vokal tinggi, vokal madya (sedang), dan vokal rendah;
c)        Berdasarkan bagian lidah yang bergerak : vokal depan, vokal tengah, dan vokal belakang;
d)       Berdasarkan strikturnya : vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal semi-terbuka, dan vokal terbuka.
2)        Pembentukan Konsonan
Pembentukan konsonan didasarkan pada empat faktor, yakni daerah srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan keluarnya udara. Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut:
a)        Berdasarkan daerah artikulasi : konsonan bilabial, labio dental, apikodental, apikoalveolar, palatal, velar, glotal, dan laringal;
b)        Berdasarkan cara artikulasi : konsonan hambat, frikatif, getar, lateral, nasal, dan semi-vokal;
c)        Berdasarkan keadaan pita suara : konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara;
d)       Berdasarkan jalan keluarnya udara : konsonan oral dan konsonan nasal.
                     
3)        Pembentukan Diftong
Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri bersama dan pada saat diucapkan berubah kualitasnya. Perbedaan vokal dengan diftong adalah terletak pada cara hembusan nafasnya.
Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai berikut:
a)        Diftong /au/, pengucapannya [aw]. Contohnya :
[harimaw] /harimau/                   
[kerbaw] /kerbau/
b)        Diftong /ai/, pengucapannya [ay]. Contohnya :
[santay] /santai/
[sungay] /sungai/
c)        Diftong /oi/, pengucapannya [oy]. Contohnya :
[amboy] /amboi/
[asoy] /asoi/
4)        Pembentukan Kluster
Gugus atau kluster adalah deretan konsonan yang terdapat bersama pada satu suku kata.
a)        Gugus konsonan pertama : /p/,/b/,/t/,/k/,/g/,/s/ dan /d/.
b)        Gugus konsonan kedua : /l/,/r/ dan /w/.
c)        Gugus konsonan ketiga : /s/,/m/,/n/ dan /k/.
d)       Gugus konsonan keduanya adalah konsonan lateral /l/, misalnya :
(1)     /pl/ [pleno] /pleno/
(2)     /bl/ [blaƞko] /blangko/
(3)     dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/ dan /w/.
e)        Jika tiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu /s/, yang kedua /t/,/p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau /l/. Contohnya :
(1)     /spr/ [sprey] /sprei
(2)     /skr/ [skripsi] /skripsi/
(3)     /skl/ [sklerosis] /sklerosis/

2.2.4 Unsur Suprasegmental
               Sudah disebutkan di muka bahwa arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselangseling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan keras lembut  bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan sebagainya. Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan, sehingga disebut bunyi segment tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. Dalam studi mengenai bunyi atau unsur suprasegmental itu biasanya dibedakan pula atas, seperti yang dibicarakan dibawah ini.
a. Nada dan Intonasi
          Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diartikulasikan dengan frekuensi getaran yang tinggi, bunyi tersebut akan terdengar bernada tinggi. Sebaliknya, jika diartikulasikan dengan frekuensi yang rendah, bunyi tersebut akan terdengar benada rendah. Di dalam bahasa Indonesia, nada tidak bersifat fonemis tidak pula bersifat morfemis. Akan tetapi, ada bahasa-bahasa yang memang melibatkan nada yang bersifat seperti itu.
Dalam bahasa-bahasa yang bernada, nada bisa bersifat morfemis. Artinya, perbedaan nada dapat membedakan makna. Bahasa-bahasa tonal atau bahasa bernada misalnya bahasa Vietnam, Thailand, dan Mandarin.
b. Durasi
              Durasi berkenaan dengan panjang atau pendeknya pembunyian suatu bunyi segmental. Bahasa yang melibatkan durasi sebagai pembeda makna (durasi berciri distingtif) misalnya bahasa Jepang dan Arab.
c. Jeda dan Tekanan
                Jeda berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar (Chaer, 2003:122). Chaer menyebut jeda juga sebagai persendian karena memang pada jeda itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain (misalnya segmen suku kata). Jeda dapat bersifat penuh dapat pula bersifat sementara.
Sendi dalam atau internal juncture adalah sendi yang menunjukkan batas antara satu silabe dengan selabe yang lain. Ketika dilambangkan secara ortografis, sendi dalam dilambangkan dengan tanda “+”. Misalnya lari terdiri dari la + ri.
Sendi luar menunjukkan batas yang lebih luas daripada suku kata. Pembedaannya antara lain:
1.      Jeda antarkata dalam frasa diberi tanda garis miring tunggal ( / );
2.      Jeda antarfrasa dalam klausa diberi tanda garis miring ganda ( // );
3.      Jeda antarkalimat dalam wacana diberi tanda “#”.
Tekanan adalah pengerasan atau penguatan artikulasi terhadap salah satu bunyi bahasa. Pemberian tekanan terhadap bunyi bahasa tertentu di dalam bahasa Indonesia tidak bersifat distingtif. Akan tetapi, penekanan kata dalam tataran kalimat dapat mengakibatkan perbedaan makna tertentu. Misalnya ketika mengujarkan kata “Nak”. Jika kata tersebut diujarkan tanpa tekanan, ungkapan tersebut bisa mengungkapkan sapaan atau panggilan kepada anak. Akan tetapi, jika kata tersebut diungkapkan dengan tekanan yang lebih keras, ungkapan tersebut dapat mengungkapkan teguran atau bahkan hardikan pada si anak yang dipanggil/disapa.
d. Silabe atau Suku Kata
               “Silaba atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtunan bunyi ujaran” (Chaer, 2003:123).  Satu silabel biasanya meliputi satu vokoid dan satu kontoid atau lebih.
Kontoid yang posisinya mengawali silabe disebut onset sedangkan kontoid yang mengakhiri silabe disebut koda. Di antara onset dan koda tersebut, terdapat sebuah inti silabe yang disebut sebagai nukleus. Inti silabe atau nukleus adalah bagian silabe yang memiliki puncak kenyaringan atau sonoritas yang paling tinggi.
Kenyaringan atau sonoritas yang tertinggi itu biasanya terletak pada sebuah vokoid. Kenyaringan atau sonoritas yang menjadi puncak silabe itu terjadi karena adanya ruang resonansi berupa rongga mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga lain di kepala dan dada. Bunyi vokoid menjadi bunyi yang paling nyaring dalam satu silabe karena bunyi vokoid menggunakan ruang resonansi tersebut secara maksimal.
Berpijak pada teori tersebut, dapatlah dirumuskan bahwa struktur silabe dalam bahasa Indonesia secara umum adalah:
O         N         K
Keterangan:
O=onset
N=nukleus
K=koda
Meskipun bunyi vokoid memang hampir selalu menjadi puncak kenyaringan dalam suatu silabe, tidak tertutup kemungkinan bahwa kontoid pun, baik bersuara maupun tidak, dapat menjadi puncak silabe. Dengan demikian, pada kasus tersebut, kontoid menjadi inti/nukleus silabe.
                       Untuk contoh kasus, Chaer (2003:124) memberikan contoh kata nggak [ŋ'gak] dalam dialek Jakarta. Kata tersebut terdiri dari empat bunyi, [ŋ], [g], [a], dan [k]. Kata tersebut dari dua silabe, [ŋ] dan [gak]. Kenyaringan pada silabe pertama terletak pada satu-satunya bunyi pada silabe tersebut, yaitu kontoid [ŋ].
                         Penentuan batas silabe sebuah kata kadangkala sukar karena penentuan batas tersebut bukan sekadar problematika fonetik tetapi juga soal fonemik morfologi, dan ortografi. Sebagai contoh, ambillah kata makan. Kata tersebut dapat dipecah menjadi [ma] dan [kan], tetapi kata makanan yang dibangun oleh bentuk dasar makan [ma] + [kan] dan sufiks -an dipecah menjadi [ma], [ka], dan [nan]. Pada contoh kasus tersebut, koda pada silabe [kan] pada kata makan berpindah tempat menjadi onset pada silabe [nan] pada kata makananpadahal secara ortografi, dan menurut ketentuan ejaan bahasa Indonesia, silabenya adalah [ma], [kan], dan [an]–dalam pemenggalan suku kata, bentuk dasar harus utuh dan dipisahkan dari konstituen morfem terikat.
                       
                        Mengenai kontoid tak bersuara yang menjadi puncak silabis, Verhaar (2004:60) memberi contoh kata sepakat [səpakàt]. Sejatinya, kata tersebut terdiri dari tiga silabe, [sə], [pa], dan [kàt]. Akan tetapi, kata sepakat, dalam tuturan sehari-hari, cenderung diujarkan dengan menghilangkan bunyi [ə] pada silabe pertama menjadi [spakàt]. Dengan begitu, tinggallah [s] sebagai satu-satunya anggota suku kata pertama.













BAB III
PENUTUP

      KESIMPULAN
Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.
Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster.
Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1) menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan (2) membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.








                                                                                  




DAFTAR PUSTAKA


Hasan, Alwi, dkk.2003.Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Husen, Akhlan, dan Yayat Sudaryat. 1996. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Misdan, Undang.1980.Bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa II. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan

Muchlisoh, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Resmini, Novi. 2006. Kebahasaan (Fonologi, Morfologi, dan Semantik). Bandung: UPI PRESS.

Susandi. 2009. Seputar Bahasa dan Fonologi. [Online]. Tersedia: http://susandi.wordpress.com/. 24 September 2010.

Chaer, Abdul.2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

No comments:

Post a Comment