Tuesday, December 20, 2016

Cerpen Robohnya Surai Kami (Unsur intrinsik, unsur ektrinsik,sinopsis, dan resensi kritis)

Judul : Robohnya surau kami
Penulis : Ali Akbar  Navis
Unsur Intrinsik
1.      Tema
Seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi keluarganya.
2.      Amanat
Amanat pokok yang terdapat dalam cerpen ini adalah "Pelihara, dan jagalah apa yang kau miliki, bertanggungjawablah dengan kewajibanmu di dunia ini." Amanat lain yang dapat diambil dari cerpen, antara lain:
a.       jangan cepat marah kalau diejek orang,
b.      jangan cepat bangga kalau berbuat baik
c.       jangan terpesona oleh gelar dan nama besar,
d.      jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan jangan egois
3.      Latar
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu:
a.       Latar Tempat
Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya, seperti yang sudah dipaparkan di atas contoh seperti berikut : Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua.
b.      Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang
lainnya seperti berikut : “Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….”
c.       Latar Sosial
Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :
Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia sebagai Garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek. Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya.
4.      Alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
5.      Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu :
a.       Tokoh Aku: berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
b.      Ajo Sidi: adalah orang yang suka membual,dan cinta kerja.
c.       Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain pendek akal dan pikirannya, serta terlalu lemah imannya.
d.      Haji Saleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri (egois).
6.      Gaya Bahasa / Majas
Majas yang digunakan dalam cerpen ini di antaranya majas alegori karena di dalam cerita ini cara berceritanya menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat, atau lebih tepatnya menggunakan majas parabel (majas ini merupakan bagian dari majas alegori) karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini
Selain majas alegori atau parabol, pengarang pun menggunakan majas Sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku: ”…Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi….” Inilah sebuah kritik untuk masyarakat kita sekarang ini. Dengan demikian penggunaan majas-majas itu untuk mengingatkan atau menasehati sekaligus mengejek pembaca atau masyarakat. Nasehat dan ejekannya itu ternyata berhasil. Buktinya, ketika cerpen ini diterbitkan tidak lama kemudian cerpen ini mendapat tempat di hati pembacanya dan masih terus dibicarakan hingga kini.

Unsur Ekstrinsik
1.      Nilai Sosial :
Kita harus saling membantu jika orang lain dalam kesusahan seperti dalam cerpen tersebut karena pada hakikatnya kita adalah mahluk sosial.
2.      Nilai Moral
Kita sebagai sesama manusia hendaknya jangan saling mengejek atau menghina orang lain tetapi harus saling menghormati.
3.      Nilai Agama
Kita harus selalu melakukan kehendak Allah, jangan melakukan hal yang dilarang oleh-Nya seperti bunuh diri, mencemooh dan berbohong.
4.      Nilai Pendidikan
Kita tidak boleh putus asa dalam menghadapi kesulitan tetapi harus selalu berusaha dengan sekuat tenaga.
5.      Nilai Adat
Kita harus memegang teguh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Sinopsis Cerpen
Cerpen karya A.A. Novis yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh diri akibat dari mendengar cerita bualan seseorang yang sudah dikenalnya, ternyata cukup memikat siapapun yang membacanya. Karena daya pikat itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian ini, khususnya bab IV ini mudah dipahami agaknya perlu juga memaparkan sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami tesebut. Sinopsisnya itu seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.
Resensi Kritis
Cerpen ini cukup menarik untuk dibaca. Disamping memiliki amanat sebagai pelajaran kita dalam beragama, cerpen ini menggunakan kata-kata yang mudah dibaca dan dimengerti.
Uniknya dalam cerpen ini ialah cerita di dalam cerita, di mana saat tokoh Aku mengisahkan kepada pembaca tentang tokoh Kakek, kemudian si Kakek bercerita tentang cerita Ajo Sidi kepadanya. Cerita tentang Haji Saleh yang sombong karena merasa terlalu yakin akan masuk surga dengan berbekal ibadahnya. Saya sebagai pembaca seperti didongengkan kembali oleh seseorang, pada saat cerita itu selesai maka selesai pula bayangan kita dan tokoh aku melanjutkan ceritanya saat ia terkejut mendengar kabar kakek meninggal.
Unsur intrinsik dalam cerpen ini yang paling kuat menurut saya ialah alurnya, karena uniknya cerita di dalam cerita sehingga alur mundur yang diceritakan, kembali melihat ke belakang lagi. Selain alur, yang paling dominan ialah amanat, karena cerita ini sangat kental dengan pesan-pesan moral bagi pembacanya. Dalam cerpen ini tidak diceritakan oleh penulis mengapa kakek bunuh diri, sehingga mungkin pembacanya memiliki persepsi masing-masing.
Cerita saat Haji Saleh di akhirat cukup menarik, saat Tuhan bertanya padanya apa saja yang telah ia kerjakan selama ada di dunia. Dengan mencoba terus memuji Tuhan ia berharap dan yakin akan dikirimnya ke surga. Dan terkejutnya ia ketika keliru bahwa Tuhan mengirimnya ke neraka serta bertemu dengan kawanannya yang juga telah taat beragama. Kemudian mereka memprotes kepada Tuhan tentang keputusan-Nya, nyatanya setelah Tuhan menjawab baru sadarlah mereka tentang keegoisan semasa hidup. Menurut saya, bagian tersebut memang benar. Tetapi apabila kakek tidak berpikir pendek pastilah ia masih bisa melanjutkan hidupnya dengan menjadikan omongan Ajo Sidi sebagai bahan pelajaran hidupnya. Menurut saya, AA Navis dapat membuka mata kita agar tidak mencontoh perbuatan Haji Saleh ataupun kakek.

No comments:

Post a Comment